Senin, 20 September 2010

PECAHAN

                            PENGANTAR BERPIKIR
                                                  Jokoprie'2009
          Belajar  pada dasarnya adalah proses yang berkesinambungan. Proses tersebut seyogyanyan melalui  jenjang-jenjang atau tahapan yang sesuai tahap perkembangan berpikir siswa. Setiap jenjang usia mempunyai tahap berpikir yang berbeda.  Dalam kegiatan belajar mengajar,  wajib hukumnya bagi guru mengikuti tahap berpikir yang sesuai perkembangan siswa. 
          Konsep pecahan dianggap salah satu konsep yang sukar dijelaskan oleh guru dan sukar dipahami oleh murid. Konsep bilangan pecahan dan operasinya lebih sulit dipahamkan kepada siswa dibanding konsep bilangan bulat dan operasinya, atau bilangan cacah dan operasinya. Tidak dipungkiri sebagai pengetahuan matematika mempunyai ciri-ciri khusus antara lain : abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis dan logis. Soedjadi (1999) di dalam Muhsetyo dkk  (2008 : 1.2 ) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta ciri lainnya yang tidak sederhana, menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari.  Anggapan ini dapat dipatahkan jika ada media pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan tahap berpikir siswa. 
           Permasalahan pemahaman konsep pecahan yang ditemui di kelas selalu bervariasi, diantaranya konsep perkalian bilangan pecahan. Hal ini terjadi karena ada lompatan pemahaman konsep pecahan. Untuk membetulkan kesalahan pemahaman konsep perkalian pecahan, sehingga siswa tidak menyamakan operasi perkalian pecahan dengan penjumlahan pecahan atau sebaliknya, maka perlu dicari model pembelajaran yang tepat dengan menggunakan media pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan tahap perkembangan berpikir siswa. 
          Model pembelajaran yang dimaksud akan tepat ketika seorang guru mengubah model pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran bermakna dengan menggunakan bantuan media yang familier dengan peserta didik. Media mempunyai peranan penting dalam pembelajaran, karena media dapat membantu mengkonkretkan hal-hal yang bersifat abstrak. Hal ini sangat menunjang pemahaman peserta didik terutama bagi peserta didik di tingkat sekolah dasar sesuai dengan karakteristiknya. 
Jean Piaget di dalam Muhsetyo dkk (2008: 1.9) menyatakan bahwa kemampuan intelektual anak berkembang secara bertingkat yaitu: (1) sensori motor (0-2 tahun); (2) pra-operasional (2-7 tahun); (3) operasional konkret (7-11 tahun) dan (4) operasional (> 11 tahun). Berdasarkan pendapat tersebut anak sekolah dasar berada pada tingkat operasional konkret, yang berarti anak sekolah dasar bisa dibelajarkan berfikir operasional akan tetapi belum bisa berfikir abstrak dan memerlukan sesuatu yang konkret untuk membantu pemahaman materi.
          Pendapat tersebut diperkuat lagi oleh Jerome Bruner di dalam Muhsetyo dkk (2008 : 1.12) yang menyatakan tiga tingkatan perkembangan mental peserta didik yang meliputi : (1) enactive, yaitu tahap manipulasi objek langsung; (2) iconic, yaitu tahap manipulasi objek tidak langsung; (3) symbolic, yaitu tahap manipulasi symbol. Siswa kelas V berada pada tahap enactive, oleh karena itu matematika hendaknya dibelajarkan dengan manipulasi objek tidak langsung. Bahan manipulatif sendiri adalah alat bantu pembelajaran yang digunakan untuk menjelaskan konsep dan prosedur matematika. Alat ini merupakan bagian langsung dari mata pelajaran matematika dan dapat dimanipulasikan oleh peserta didik (dibalik, dipotong, digeser, dipindah, digambar, ditambah, dipilah, dikelompokkan atau diklasifikasikan). Penggunaan bahan manipulatif ini dimaksudkan agar peserta didik mudah dalam memahami konsep dan prosedur matematika. Begitu juga pada materi perkalian pecahan. 
           Pelajaran matematika menuntut pemahaman yang lebih mendalam karena sangat jelas terlihat kesinambungan antar setiap materi ajar yang satu dengan yang lain. Artinya suatu konsep dasar yang terkandung pada satu satuan bahasan harus dapat dipahami dengan seksama sebelum melangkah ke konsep dasar berikutnya. Apabila ada lompatan konsep dapat dipastikan terjadi salah pemahaman konsep. Hal ini sering terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika.
          Pecahan adalah perbandingan yang sama terhadap keseluruhan dari suatu benda atau himpunan bagian yang sama terhadap keseluruhan dari suatu himpunan. Dalam pembelajarannya biasanya peserta didik mengalami kesulitan untuk memahami konsep dari pecahan tersebut, apalagi ketika diberi tugas untuk membandingkan. Tanpa penggunaan media,  konsep pecahan akan menjadi hal yang sulit dipahami. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis menggunakan bahan manipulatif dari plastik sebagai media.
          Pembelajaran perkalian dua bilangan pecahan merupakan pembelajaran yang mudah jika dilihat dari hasil belajar siswa. Berbeda ketika siswa melakukan operasi penjumlahan pecahan atau pengurangan pecahan. Dalam perkalian pecahan, siswa cukup mengalikan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Tetapi pada kegiatan ini, konsep suatu bilangan dan operasinya tidak dipahami. Tidak pernah diketahui siswa bagaimana suatu perkalian pecahan hasil diperoleh dengan mengalikan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan penyebut sedangkan pada penjumlahan dan pengurangan tidak demikian, begitu pula nantinya pada pembagian pecahan. Untuk itu perlu proses yang benar dalam belajar sehingga siswa tidak hanya mendapat hasil belajar yang baik tetapi juga mengalami proses belajar yang benar. Ini membuktikan bahwa terjadi verbalisme pada pembelajaran, suatu bentuk kesalahan pembelajaran yang harus dihindari. Ini juga membuktikan bahwa telah terjadi lompatan konsep sehingga perlu dibuat proses belajar yang benar yang pada akhirnya akan menyelaraskan bahwa belajar adalah suatu proses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar